Anak Adalah Anak Panah, Orangtua Busurnya

Akulah anak panah, engkau, ayah ibu, engkaulah busur.
Anakmu bukanlah anakmu. Dia adalah titisan sang maha hidup
Kahlil Gibran

Pernah saya mendengar cerita-cerita dari beberapa Sahabat mengenai kehidupannya sendiri, atau tentang kehidupan dari kerabatnya. Mereka bercerita bagaimana orangtua ikut menentukan, mengintervensi, bahkan cenderung memaksakan ego mereka terhadap si anak. Agak miris mendengarnya. Bukankah ketika seorang manusia sudah beranjak dewasa, ia bebas menentukan pilihannya?

Memang benar, orangtualah yang telah membesarkan mereka, memberikan nafkah dan menjaganya sedari kecil. Namun ketika seseorang telah beranjak dewasa, bukankah mereka sudah memiliki kendali atas kehidupannya sendiri? Orangtua seyogyanya tidak memiliki hak untuk masuk ke relung-relung pengambilan keputusan si anak. Bahkan menyentuh mimpinya pun tidak boleh. Anak memiliki mimpi-mimpi mereka sendiri. Mimpi yang hendak mereka capai.

Bukankah di mata Tuhan semua orang memiliki pertanggungjawabannya sendiri-sendiri? Bahkan seorang anak kecilpun, bahkan bayi yang baru lahir, atau bayi yang tidak sempat dilahirkan karena telah terlebih dahulu dibunuh karena kehadirannya tidak diharapkan –mereka semua akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Maka adalah kurang tepat, orangtua yang mengambil keputusan, tetapi yang merasakan akibatnya si anak.

Bagi orangtua-orangtua yang ikut menjadi pengambilkeputusan bagi anak-anaknya –sebagian atau seluruhnya, sesungguhnya tujuan mereka baik. Paling tidak, orangtua sudah memiliki banyak pengalaman hidup, sudah banyak makan asam garam, dibandingkan dengan si anak yang masih belia, tentu saja pemikiran dalam pengambilan kepupusannya pun akan berbeda. Mungkin itu pertimbangannya. Barangkali.

Maka, untuk kalian para calon orangtua. Janganlah menjadi seorang diktator atau seorang kapitalis sejati. Jadilah seorang pancasilais, yang apabila hendak mengambil keputusan, atau setidaknya memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, bersikaplah demokrat. Ingat! Engkau hanya memberikan pertimbangan, baik dan buruknya, yang mengambil keputusan tetaplah si anak. Meski nanti keputusan yang diambil itu salah, engkau sebagai orangtua tetaplah harus mendukungnya. Bukan merongrongnya dan berkata: apa ayah bilang dulu. dibilangin sich ga percaya. Jangan! jangan seperti itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *