Bergelut dengan Kematian

Selama seminggu ini, buku yang kubaca, lagu yang kudengar, bahkan kabar dari sekitar, kebanyakan berbicara tentang kematian. Khutbah Jumat kemarin siang juga berkisah tentang kematian. Apa itu kematian? Siapa sesungguhnya kematian itu? Aku bertanya pada diriku sendiri malam ini, benarkah seumur hidup ini kita akan terus bergelut dengan kematian?

Imam Al Ghazali pernah bertanya pada murid-muridnya.

“Muridku, menurut kalian apa yang paling dekat di dunia ini?”.

Para murid yang berasal dari berbagai latar belakang ini pun menjawab satu persatu. Ada seorang murid yang dari kecil diasuh dengan kasih sayang oleh kedua orang tuanya, maka ia pun menjawab bahwa yang paling dekat dengannya adalah orang tuanya. Ada pula yang menjawab kucing peliharaannya, ada yang menjawab suami atau istrinya, ada juga yang menjawab pakaian yang dikenakannya.

Imam Al Ghazali tersenyum, “Jawaban kalian semua benar muridku, namun yang paling dekat dengan kalian sesungguhnya bukan itu. Ada hal lain yang lebih dekat dari itu semua”.

“Apa itu wahai guru?”, tanya seorang muridnya.

“Yang paling dekat dengan kalian adalah Kematian”.

Jawaban Imam Al Ghazali membuat para murid tercengang. Mereka berpikir keras dan akhirnya mengerti bahwa memang kematianlah ‘sesuatu’ yang paling dekat dengan diri manusia.

Kita senantiasa bergelut dengan kematian setiap waktu

Manusia dan kematian begitu dekat, hingga tidak memiliki penghalang sama sekali. Kematian tidak mengenal jenis kelamin, batasan usia, sehat ataupun sakit, tua atau muda, kulit putih atau hitam dan sebagainya. Bayi dalam kandungan bisa dengan mudah diambil-Nya. Pemuda sehat gagah lagi tampan juga dapat dengan mudah dimatikan-Nya. Kematian tidak mengenal tempat, tidak mengenal waktu, sibuk ataupun lapang, kaya atau miskin dan tidak bisa dihalangi bahkan meskipun manusia berlindung di dalam ruangan besi baja tahan bom, kematian akan tetap mampu menjemput.

Kematian adalah tamu yang pasti akan datang. Karena tidak tahu kapan ia akan datang, maka persiapkanlah ‘pacitan’ untuk tamumu tersebut. Beribadahlah terus pada Tuhanmu, karena kita tak tahu kapan ia akan mengetuk pintu rumah kita. Apakah dengan mengirim surat pengantar terlebih dahulu ataukah langsung menuju kamar tidur tanpa mengetuk pintu.

Tuhan begitu adil, Ia rahasiakan kematian agar manusia senantiasa waspada, bahwa kematian adalah keniscayaan. Untuk engkau yang sedang membaca tulisan ini, dan aku yang sedang menuliskannya, barangkali kematian sudah di ambang pintu rumahmu. Saat ini juga bacalah syahadat dan shalawat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *