Mengadu jangkrik di lapangan

Saya teringat waktu masih SD dulu. Ketika pagi hari sebelum bel masuk berbunyi, aku dan teman-temanku beramai-ramai ke lapangan. Mencabut batang bunga rumput, lalu menjadikannya joran untuk memancing semut hitam. Semut-semut yang sudah didapat lalu dimasukkan ke dalam plastik dan membawanya ke dalam kelas. Ketika waktu istirahat tiba, anak laki-laki beramai berkumpul di kelas. Mencabut sungut semut agar kesadarannya hilang. Lalu mengadunya dengan semut milik teman yang lain untuk mengetahui semut siapa yang terhebat.

Kalau mengingat itu, rasanya berdosa sekali. Tapi menurut saya hal itu tidak berdosa, toh saya kan masih anak-anak, jadi dosanya belum dihitung. Saat itu saya belum baligh, mengeluarkan air mani saja belum pernah. Kalau masih anak-anak, kenapa sudah bisa memikirkan soal dosa? Hemm.. Jangan-jangan kedewasaan sudah tidak diukur dengan keluarnya air mani lagi. Siapa tahu.

Kalau anak-anak jaman sekarang mainnya apa ya? Apakah masih ada permainan lompat tali, mengadu semut, mengadu jangkrik, main kasti, main bola hingga memecahkan kaca ruang guru? Atau malah sudah digantikan dengan permainan game di handphone. Atau parahnya, saling menonton video bokep beramai-ramai. Hahaha.. siapa tahu.

Bicara soal perkembangan dunia teknologi, anak-anak sekarang dimudahkan untuk mendapatkan informasi. Cari tugas tinggal googling. Cari materi sekolah tinggal googling. Bertanya apakah teman kita sudah mengerjakan PR bisa ditanyakan via facebook. Jaman saya dulu tidak begitu. Cari tugas harus pergi ke perpustakaan. Tanya ke orang dewasa yang pendidikannya lebih tinggi. Internet? Waktu SD, komputer adalah barang mewah, apalagi internet. Televisi saja belum tentu semua orang punya.

Kalau menurut buku “Guru Gokil Murid Unyu” karya J. Sumardianta, anak-anak sekarang adalah speedboat yang berselancar di air dangkal. Mereka mampu berlari cepat, mengikuti segala informasi dan perkembangan dunia yang ada, namun hanya di permukaanya. Mereka belum mampu memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk untuk mereka. Anak-anak belum mampu menyelami secara mendalam segala macam informasi yang masuk ke mata, telinga, dan hidung mereka. Itulah tugas kita, yang boleh dibilang sudah dewasa (secara umur, namun belum tentu secara sikap), untuk menjadi pembimbing mereka. Tugas kita adalah menjadi kapal selam, mengajak anak-anak untuk berenang ke kedalaman makna.

Mutlak untuk disiapkan dari sekarang, terutama untuk saya sendiri dan teman-teman yang sedang merencanakan membangun rumah tangga. Akan dijadikan seperti anak-anak kita kelak. Masa depan akan jauh lebih berbeda lagi dari sekarang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *