Menjadi Petani Adalah Profesi Menjanjikan

Bertani bagi sebagian orang adalah profesi yang identik dengan lumpur, kotor, panas, keringat, dan kulit hitam. Namun TIDAK bagi saya. Bertani adalah profesi mulia.

Tahun 2012 lalu jumlah populasi manusia berjumlah kurang lebih 7 milyar jiwa. Indonesia dengan populasi sekitar 250 juta jiwa menyumbang sekitar 3,57% dari populasi dunia tersebut. Kalau dunia ini aman dan tidak terjadi perang dunia ketiga, diprediksi pada tahun 2050 bumi ini akan dihuni sekitar 9 milyar jiwa. Kebutuhan pangan akan meningkat menjadi sekitar 70% dari sekarang (SustainAGRO). Padahal faktanya lahan pertanian semakin berkurang karena digunakan untuk pembangunan (rumah, gedung perkantoran, dan fasilitas publik lain).  Bisa saja harga pangan akan semakin mahal karena yang butuh banyak, ketersediaan sedikit.

Kebutuhan pangan 2050
Kebutuhan pangan 2050

Saat ini, hampir sebagian besar kebutuhan pangan Indonesia diperoleh melalui impor. Beras, bawang putih, kedelai, tepung terigu (gandum), pepaya, apel, anggur, susu, sayur-sayuran, dll hampir sebagian besar diperoleh dari impor. Kebalikannya, energi (batubara, minyak bumi, gas alam, dan mineral lain) malah diekspor. Minyak sawit (CPO) diekspor, namun produk turunannya malah diimpor. Iya memang benar kita mendapat devisa ekspor, namun itu tidak ada artinya jika untuk nomboki impor.

Banyaknya pangan yang diimpor menunjukkan bahwa  kita masih butuh banyak petani. Namun lulusan perguruan tinggi sekarang lebih banyak yang mengejar karir sebagai PNS, pegawai kantoran, karyawan tambang dan minyak (katanya sih gajinya besar), dan pekerjaan lain yang rapi dan bersih. Menjadi petani kurang diminati karena yaitu, identik dengan kotor dan keringat. Padahal semua manusia di dunia ini butuh makan, artinya sampai kiamat pun petani masih dibutuhkan.

Lahan pertanian di Belanda
Lahan pertanian di Belanda

Saya tidak punya lahan, gimana mau bertani?

Masih banyak kok lahan tidur yang belum dimanfaatkan, misalnya di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Bisa ikut program transmigrasi dari pemerintah, cek di website Kemenakertrans di http://www.depnakertrans.go.id/. Cara yang lain yaitu bisa ikutan program Indonesia Bangun Desa, website-nya http://www.indonesiabangundesa.org/. Disana kita bisa bertani bersama masyarakat. Kalau masyarakat desa sudah mendapat manfaat dari kita, yakin deh, kita pasti bakal ditahan disana dan diberi lahan untuk digarap.

Saya bukan lulusan pertanian, gimana mau bertani?

Memangnya bertani butuh ijazah? Bertani itu bukan sekedar mengetahui teori. Bertani adalah profesi learning by doing. Ayah saya malah cuma lulusan SD, tapi bisa tuh ngurus pertanian pepaya California.

Pacar saya tidak mengijinkan saya menjadi petani, gimana dong?

Berarti ganti pacar aja. hehehe..

Sudah lah, jangan kebanyakan alasan. Menjadi petani tidak harus dengan langsung terjun ke sawah kok. Bagi masyarakat yang tinggal di kota, bisa memulainya dengan bertanam dalam pot dan hidroponik. Intinya, bertanamlah sejak dini.

Bagi yang masih mahasiswa, bisa belajar ilmu pertanian dari sekarang. Saya kuliah di Teknik Industri, namun saya belajar pertanian. Bagi saya ini bukan masalah passion lagi, tapi calling, atau panggilan jiwa. Jika passion lebih pada memenuhi pada keinginan diri, kalau calling lain lagi, selain keinginan diri, ini juga keinginan dari lubuk hati paling dalam. Ada yang bilang, suara dari lubuk hati paling dalam adalah suara Tuhan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *