Simalakama Pendirian Asrama Mahasiswa Daerah di Yogyakarta

Kota Yogyakarta dikenal sebagai kota wisata, kota budaya, kota sejarah, dan kota pelajar. Disebut kota pelajar karena ada puluhan ribu pelajar dan mahasiswa yang menimba ilmu di Yogyakarta ini. Berdasar data dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi terdapat sekitar 116 perguruan tinggi negeri dan swasta yang tersebar di DI Yogyakarta. Semua pelajar dan mahasiswa datang dari seluruh penjuru negeri Indonesia dan dari warga negara asing.

Yogyakarta dikenal sebagai wilayah yang tentram. Orang-orangnya ramah tamah, murah senyum dan mudah diajak bergaul. Yogyakarta lah tempat orang menyatu dalam perbedaan, dan berbeda dalam persatuan. Berbagai suku tumpah ruah jadi satu dan menimba dalam satu kota yang sama.

Saat ini sedang marak sekali pendirian asrama mahasiswa, baik asrama kabupaten maupun asrama propinsi. Mungkin tujuan mereka (pemerintah daerah asal) baik, agar pelajar dan mahasiswa dari luar daerah memiliki wadah untuk berkumpul bersama. Istilahnya satu hati satu rasa, karena sama-sama hidup dalam perantauan. Tapi apakah pemerintah daerah itu menyadari bahwa pendirian asrama daerah itu justru membuat pengkotak-kotakan lingkungan bagi pelajar dan mahasiswanya?

Mahasiswa yang tinggal di asrama cenderung menjadi malas untuk bergaul dengan mahasiswa dengan daerah lain. Hal ini dikarenakan mereka sudah merasa nyaman dengan teman sedaerahnya, jadi buat apa mencari teman baru. Akulturasi budaya tidak terjadi dan akhirnya yang terjadi adalah sikap sentimen terhadap teman dari daerah/suku lain.

Mungkin itu salah satu penyebab yang menyebabkan pada tahun 2012 kemarin sering terjadi tawuran antar mahasiswa (bahkan mahasiswa satu kampus) karena perbedaan suku. Kesalahpahaman yang sebenar-benarnya tidak perlu dibesar-besarkan malah menjadi api perang. Mungkin sering diberitakan masalah tawuran di daerah Babarsari, Seturan, Tambakbayan, Timoho, Condongcatur, dan lain sebagainya, dimana tempat-tempat tersebut memang mahasiswa tinggal secara berkelompok.

Seharusnya para pelajar dan mahasiswa itu tidak tinggal dalam asrama. Ya, asrama boleh ada, tapi hanya sekedar wadah untuk mempersatukan mahasiswa dari satu daerah. Selanjutnya, harusnya mereka tinggal di kost/pemondokan dimana mereka bisa bergaul dengan pelajar dan mahasiswa dari suku/daerah lain. Pengawasan terhadap kost/pemondokkan tersebut diserahkan kepada pemerintah desa/RW terkait yang ditinggali.

Pribadi masing-masing orang memang berbeda. Tapi bukankah lebih mencegah daripada mengobati?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *