Indonesia, Surganya Para Perokok

Yogyakarta sedang hujan deras siang ini. Saya pun asik membuka twitter, mencari berita-berita penting yang layak untuk dibaca. Mulai dari meng-kepo akun twitter dari Djenar Maesa Ayu @djenarmaesaayu, penulis cerpen kenamaan, lalu mata saya melihat pada sebuah akun seorang film director bernama Joko Anwar @jokoanwar. Sebuah link membuat saya tergelitik. Saya buka link tersebut.

http://www.youtube.com/watch?v=mgk1MIHSnT4&sns=em

Judul link tersebut di YouTube adalah Film Dokumenter: Fenomena Rokok di Indonesia (Subtitle Indonesia).

Rokok sudah menjadi bagian yang merasuk sampai urat akar bagi masyarakat Indonesia. Dari anak kecil hingga kakek berbau tanah pun bisa dengan mudah membeli dan merokok sesuka hati mereka, dimanapun, kapanpun. Si penjual pun dengan mudah menjual rokok kepada siapapun, entah itu anak kecil, siswa SMP, SMA, maupun orang dewasa dan lansia.

Bukan hanya kemudahan untuk memperoleh, iklan-iklan di berbagai media massa pun menanamkan image bahwa merokok itu keren, merokok itu jantan, ngga gaul kalau ngga merokok, dan sebagianya. Bukan hanya itu, industri rokok juga menjadi sponsor terbesar dalam ajang olahraga seperti sepakbola, bulutangkis, volli, basket, selancar, dan berbagai ajang olahraga lain di negeri ini.

Rokok memang menyumbang pajak yang sangat besar untuk Indonesia. Ratusan trilyun masuk ke kas negara setiap tahunnya. Belum lagi, ada pula beberapa perusahaan rokok yang memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi. Ahh.. mudah sekali anak muda di negeri ini dibohongi, diberi iming-iming beasiswa, yang notabene diperoleh dari pendapatan rokok. Ya, rokok yang menjadi penyebab banyak kematian di negeri ini.

Ketika aktivis berdemo bahwa merokok itu berbahaya bagi kesehatan, maka industri rokok akan menggunakan isu-isu lama, bahwa industri rokok menyediakan lapangan kerja bagi jutaan rakyat Indonesia. Mulai dari petani tembakau, buruh pabrik rokok, distributor, hingga pedagang eceran di perempatan jalan raya. Padahal kalau kita tahu, petani tembakau adalah petani miskin nomor 1 di Indonesia, disusul oleh petani kakao. Artinya, petani padi, petani sayuran, bahkan petani pepaya, hasilnya lebih menjanjikan daripada menanam tembakau. Maka, buat apa menjadi petani tembakau kalau hasilnya sedikit, mending menanam Pepaya Calina saja, seperti saya 😀

Akhirnya, bagi sahabat-sahabat saya yang berkesempatan membaca tulisan ini. Tentunya kalian tidak ingin bukan, orangtua kita, anak-anak kita, atau bahkan diri kita sendiri, terbunuh karena rokok. Mari berbuat sebelum terlambat.

We have to do something!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *